Cerpen : Cintaku Kandas di Lautan



         Pagi itu di sebuah SMA di Jakarta, ketika jam istirahat. Seluruh siswa menggunakan waktunya untuk makan di kantin, bercanda, dan bermain-main.

Axel keluar dari kelasnya dan berjalan melalui teras kelas menuju kantin. Di lorong ia melihat seorang gadis cantik yang baru saja meninggalkan kantin dan berpapasan dengannya. Dengan tertegun dan diam seribu basa ia merasa ada yang, meledak-ledak di dadanya. "Oh... my God...!" teriaknya dalam hati.

Ternyata gadis yang ditaksirnya berada dihadapannya. Lalu dengan langkah yang gontai, Axel melanjutkan misinya untuk ke kantin dan membeli sesuatu.

Itulah kala pertama, Axel merasa ada yang lain dalam dirinya ketika berpapasan dengan gadis itu.

Axel Magreva adalah siswa kelas akhir di SMA. Dia berperawakan jangkung, kulit sawo matang, dan berambut ikal. Dia tengah melirik seorang gadis di kelasnya yang berambut panjang berkepang dua. Parasnya ayu, berbadan tinggi dan leher yang jenjang. Vanessa Zenita, nama gadis itu.

Axel dan Vanessa baru tahun ini berada dalam satu kelas. Namun, karena baru di tahun ketiga inilah Vanessa menjadi gadis pengisi relung kalbunya.

Sebenarnya Axel dan Vanessa bukanlah sepasang kekasih. Sepengetahuannya, Vanessa masih belum  memiliki teman 'spesial'. Makanya ia sangat ingin menjadikannya tambatan hati.

Setahun sudah berlalu, tiada aktifitas berarti dalam hubungan mereka. Hanya sedikit berkirim pesan atau surat. Bertemu di luar sekolahpun jarang mereka lakukan. Ini dikarenakan mereka bukanlah tipe pasangan yang senang berkelana menyendiri dan bersepi-sepi. Mereka lebih senang bercengkrama dan bercanda, serta melampiaskan cinta melalui tulisan-tulisan indah, seperti puisi, dan syair. Terkadang mereka menuliskan ungkapan hati melalui peribahasa asing, seperti bahasa Arab, misalnya; "laytani kuntu thayran lathirtu ilayk syawqan" yang artinya kurang lebih "andai ku punya sayap, ku ‘kan terbang kepadamu dengan sejuta rindu".

Suatu hari, Axel memberanikan diri bertandang ke rumah Vanessa. Sejuta rindu menyelimuti dan membawa dirinya untuk bertemu Vanessa. Namun, Dewi Fortuna belum berada di sisinya. Vanessa sedang pergi. Axel hanya bertemu ibunya yang tengah menyulam di ruang tamu. Karena tak banyak yang dapat ia lakukan, Axel pun berpamitan dan pulang.

Di tengah perjalanan, Axel yang kecewa karena tak bertemu kekasihnya, berkata dalam hati, "mengapa aku tidak buat janji dulu dengan Vanessa? Bodohnya diriku."

Sementara Vanessa sedang di atas bus bersama ayahnya yang baru saja berkunjung ke rumah kakeknya di kota sebelah. Vanessa merasa dalam dirinya ada perasaan tidak nyaman. Dia teringat Axel. "Ada apa dengan Axel? Aku kok jadi rindu begini...", katanya dalam hati.

Sesampainya di rumah, Vanessa bertanya pada ibunya, "bu, Axel tadi ke sini, ya?" Ibunya mengiyakan. "Ada pesan buatku, bu?" tanyanya lagi. Ibunya hanya mengelengkan kepalanya sabil meneruskan menyulam.

Vanessa pun meninggalkan ibunya menuju kamar. Dia hanya tertegun memandangi gambar Axel di atas meja belajarnya. Sesekali ia berguman dan berkata dalam hati, "sedang apakah kau di sana, rindukah kau padaku? Aku merindukanmu. Kuingin kau datang dalam tidurku malam ini. Vanessa merebahkan dirinya di kasur.

***

Dengan setelan jas hitam dan dasi merah, Axel tampak sangat gagah dan tampan. Apalagi duduk di sisi Vanessa yang mengenakan gaun pengantin putih dan tiara indah bertatahkan berlian. Sesekali mereka saling pandang dan tersenyum. Tangan merekapun bertemu dan Axel mengencangkan pegangannya serasa tak ingin melepaskannya. Sementara lampu kilat dari kamera terus bersautan mengabadikan momen bersejarah ini.

Di antara mereka ada kedua orang tua mereka yang duduk dengan raut wajah sangat gembira. Dan tetamu hilir mudik menikmati sajian makanan sambil diiringi musik dari grup band lokal.

Axel berkata, "Van, kamu cantik. Aku ingin memelukmu."

"Jangan di sini, ya. Nanti saja di kamar. Kan masih banyak tamu". balas Vanessa.

Tiba-tiba, duarrr!!! Suara petir menyambar, membangunkan tidur Vanessa. Ternyata hujan deras diiringi suara petir memutus cerita indah mimpi Vanessa.

Vanessa bangkit dari ranjangnya dan mengambil foto Axel dan terus memandangnya.

Malam itu hujan deras sekali, Axel tetap tertidur meski kadang terjaga. Ia masih memikirkan kekasihnya. Sebenarnya Axel ingin bertemu Vanessa untuk menyampaikan sesuatu.

Keesokan harinya, Axel menelepon Vanessa. "Van, bisa kita ketemu di taman Ayodhya jam sepuluh?" Vanessa menyambut dengan senang hati dan berkata, "aku akan datang tepat waktu. Aku rindu kamu."

Jam di tangan Axel menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit. Namun dia belum melihat kekasihnya datang. Axel duduk di bangku taman meghadap kolam. Di balik pohon besar di belakang Axel, Vanessa tengah memperhatikan kekasihnya sambil tersenyum dan menguji kekasihnya. Lima menit Vanessa mengawasinya dan ia pun menepuk bahu Axel. "Hai, say! Lama, ya nunggu aku?" Axel menjawab, "ah nggak juga, sih."

Sambil menatap wajah kekasihnya dalam-dalam, Vanessa bertanya, "kamu mau ngomong apaan, sih? Penting, ya?" Sambil meremas tangan Axel.

"Sebenarnya, a... aku..." Axel berkata terbata-bata. "Aku mau pindah, Van."

"Pindah? Maksudmu?" tanya Vanessa.

"Iya, aku sekeluarga mau pindah ke Jogja. Sebenarnya aku pun gak mau jauh dari kamu. Tapi aku harus ikut keluargaku, ayahku menjual rumah di Jakarta dan kembali ke kota asalnya." Lanjut Axel.

"Tapi kamu kan kuliah di sini?" Tanya Vanessa.

"Ya, kuliahku pun diteruskan di sana." Jawab Axel.

"Sebenarnya berat, tapi, 'kan gak mungkin aku sendirian di sini 'kan?" Axel melanjutkan.

Vanessa mengecup tangan Axel, dan bercerita, "Semalam aku bermimpi, kita menikah. Aku gak tahu apakah ini ada hubungannya dengan mimpiku."

Vanessa melanjutkan, "dalam mimpiku, kamu tidak dapat memelukku."

Axel berkata, "mungkin itu artinya, kita harus berpisah, tapi semoga hanya tempat yang memisakan kita. Hati kita tetap satu, 'kan?"

Vanessa hanya menjawab dengan senyuman dan merekapun berpelukan. Mereka tak peduli sekeliling mereka.

*** 

Pagi itu, seluruh keluarga Axel tengah bersiap-siap berangkat meninggalkan Jakarta. Ayah, ibu, dan adiknya terlihat tengah sibuk memasukkan tas koper serta barang bawaan lainnya ke mobil. Sementara Axel ikut membantu tapi pandangannya jauh ke depan menatap jalan raya. "Kok Vanessa belum kelihatan, ya." Tanyanya dalam hati.

Setelah semua barang siap dan satu per satu anggota keluarga menaiki mobil, dan hanya Axel yang masih tertinggal.

"Axel! Ayo naik, kita segera berangkat." Ajak ibunya.

"Iya, bu. Sebentar lagi, ya. Lima menit saja." Sahut Axel.

Axel masih menantikan Vanessa. Tiba-tiba, di ujung jalan, Vanessa datang ditemani adiknya.

Seluruh keluarga Axel memperhatikan pertemuan Axel dan Vanessa.

Axel berkata, "Van, walaupun raga kita jauh, tapi kita tetap jiwa kita tetap bersatu. Kau masih mencintaiku, 'kan? Kita akan tetap bertemu meski hanya lewat telepon atau surat."

Vanessa hanya menganggukkan kepalanya, sementara tangannya menggenggam erat tangan Axel. Matanya berkaca-kaca mengisyaratkan betapa beratnya perpisahan ini harus terjadi.

“I love you, Axel,” bisik Vanessa.

“I love you too, Van,” jawab Axel sembari memeluk Vanessa.

Entah berapa lama orang-orang dalam mobil memperhatikan dua sejoli berpelukan.

Suara klakson membuyarkan pelukan mereka. Sesekali Vanessa menyeka air mata yang membasahi pipinya. Vanessa menyalami seluruh keluarga Axel, sebagai tanda perpisahan.

“Selamat jalan, ya. Semoga kita bertemu kembali.” Kata Vanessa.

Perlahan mobil Axel sekeluarga meninggalkan Vanessa. Vanessa hanya diam menatap mobil menghilang di ujung jalan. Lalu dia pun langsung tancap gas meninggalkan lokasi menuju rumahnya.

*** 

Sebulan sudah Axel tinggal di Jogja. Rumahnya tertetak di muka jalan. Di depan rumah bertingkat, ada sebuah pohon mangga yang sedang berbuah lebat.

Kesibukannya kini hanya kuliah saja. Hanya sabtu dan minggu saja ia tidak berangkat kuliah, kecuali ada kegiatan ekstra di kampusnya.

Siang itu, di dalam kamarnya. Segudang rasa rindu mendera Axel. Pandangan matanya seperti mencari sesuatu, hingga terhenti pada sebuah gambar Vanessa yang tergeletak di atas meja. Diraihnya gambar itu terus dipandanginya, hingga Axel mengambil secarik kertas dan menulis sepucuk surat untuk Vanessa.


Jogjakarta, 14 Nopember 2000

Vanessa sayang.

Apa kabarmu di sana? Ku duduk di sini hanya berteman sepi. Hanya gambarmu menjadi penawar rinduku.

Kutermenung memikirkanmu seorang

Walau seribu nyamuk menyerang

Semua tiada kurasakan, karena kau datang

Meskipun hanya dalam terawang

Vanessa sayang, bulan depan aku ada kegiatan di Jakarta. Kunjungan studi banding di beberapa kampus ibukota. Maksudku, bisakah kita bertemu? Kami menginap di Hotel Indonesia. Nanti kita akan bertemu dan melepas rindu di sana. Sampai jumpa di Jakarta.

Salam sayang untukmu seorang.

Dari kekasihmu,

Axel Magreva

 

Tidak banyak kata yang ia torehkan dalam surat itu. Dilipatnya kertas surat dan dimasukkannya ke amplop bertuliskan "air mail" dan dibubuhkannya perangko tiga ribuan ke atas amplop. Lalu diantarkannya surat itu ke kantor pos yang tidak jauh dari rumahnya.

"Semoga Vanessa segera membaca dan membalasnya. Aku rindu berat ...." Ujarnya dalam hati.

*** 

Sudah beberapa hari ini Vanessa tidak berkabar pada Axel. Vanessa tengah melakukan bakti sosial dengan teman sekampusnya di Pulau Seribu. Tiga hari mereka tinggal di sana. Surat yang dikirim Axel belum diterimanya. Axel berharap balasan suratnya, namun rindu dendam harus dipendamnya sendiri. Kekasihnya belum membaca dan membalas suratnya.

 

Hari terakhir pun tiba, rombongan Vanessa berangkat dengan kapal kayu bernama Baronang dari pelabuhan. Sore itu angin bertiup kencang membuat ombak lautan meninggi dan mengombang-ambing apa pun yang diatasnya.

Vanessa dan penumpang lainnya terus menerus berdoa, memohon keselamatan.

***

Siang ini,  Axel duduk di depan rumah, menyeruput kopi dan menikmati sepotong singkong rebus ditemani sepi. Tak henti-hentinya memandangi jalanan sambil menunggu kedatangan tukang pos pembawa kabar. Dia tidak tahu sang kekasih berada di tengah kecemasan menanti redanya ombak.Hingga mentari pun terus bergerak meninggalkan siang.

***

Axel masuk ke dalam rumah untuk menonton tv. Sebuah berita tentang kecelakaan kapal di tengah laut menyita perhatiannya. Pikirannya semakin tak menentu, memikirkan apa yang terjadi dengan penumpang kapal itu.

Sebuah kapal terbakar di tengah laut. Tidak banyak penumpang yang selamat. Tim SAR berhasil mengevaluasi penumpang yang selamat karena menceburkan diri melompat dari kapal

Axel terus memperhatikan gambar dalam tabung kaca itu. Matanya terpaku pada jaket pink bertuliskan Vanaxel. Dirinya teringat,  sebelum berpisah dia menghadapi kekasihnya jaket itu.  Ya. Itu jaket Vanessa. Karena itu inisial nama mereka.

Axel terus mengikuti berita itu. Doanya dalam hati agar kekasihnya diselamatkan.

"Kriing... kriing... !"

Suara panggilan telepon membuyarkan perhatian Axel dari berita di tivi.  Dia melompat dan meraih pesawat telepon.

"Bisa bicara dengan Axel?" Tanya penelepon.

"Ya, saya sendiri. Ini siapa?" Tanya Axel.

"Axel, ini ayah Vanessa.  Dengan berat hati kami sampaikan kalau Vanessa tidak dapat diselamatkan. Jenazahnya sudah ditemukan dan masih berada di rumah sakit."

Axel terdiam dan tubuhnya lunglai. Axel merobohkan tubuhnya di sofa. Dia tak tahu harus berbuat apa. Yang dia tahu hanya bahwa cintanya kandas ditengah lautan.

Hari-hari pun berlalu.  Hanya diam dan sepi yang menemani Axel.  Kini dia menjadi pendiam dan tak banyak beraktivitas. Hari-harinya selalu terhias doa dan memori bersama Vanessa. 

*Selesai*

 

Kampung Perigi, 06 Agustus 2022


 

Posting Komentar

0 Komentar