Berpamitan dengan Keluarga

Catatan Hajiku #5

20 Juli 2019

 


Salah satu tradisi orang Betawi ketika akan berangkat haji adalah prosesi melepas keberangkatan bagi anggota keluarga yang akan pergi haji sebagai doa untuk kebaikan si calon haji agar dapat melaksanakan ibadah hajinya dengan baik, sehat, dan selamat.

Penulis akan berangkat berhaji bersama isteri setelah menunggu jadwal keberangkatan haji selama tujuh tahun.

Acara prosesi melepas calon haji ini dipandu oleh Dian Firmansyah Ali, keponakan penulis. Acara diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran oleh Ustadz H. Muhsin Dahlan, dan dilanjutkan dengan pembacaan shalawat Dustur[1] dan kumandang azan oleh Ustadz Muhammad Shandy, dan pembacaan doa dipimpin oleh Ustadz Mufid Albatawy. Kemudian sambutan penulis selaku sohibul hajat dan sambutan salah satu dari keluarga yang ditinggalkan disampaikan oleh Hj. Mulyanih (kakak penulis).

Kemudian bersama keluarga dan kerabat mengantarkan calon haji menuju Masjid Raya Nurul Hidayah dengan menaiki delman. Sanak saudara dan kerabat beriringan mengantarkan si calon haji menuju lokasi seremoni melepas jemaah. Ketika prosesi berlangsung, derai air mata tiada tertahankan. Melihat anak dan keluarga seraya berdoa dalam hati memohon kepada Allah agar menjaga keluarga yang ditinggalkan.

Dalam tradisi Betawi, ada pesan yang disampaikan kepada calon haji agar tidak menoleh ke belakang.  Ini dimaksudkan agar tidak muncul perasaan yang akan mengganjal keberangkatannya, serta memberatkan apalagi menggagalkan. Ini merupakan pesan yang diteruskan dari orang tua dahulu ketika ada keluarga yang akan berangkat haji.

Mengutip keterangan dari Rumaysho.com; tentang melepas orang yang akan berhaji atau umrah. Bahwa tradisi ini sebetulnya sudah dipraktikkan di zaman Rasulullah saw.

Dalam riwayat Ibn al-Sunni yang bersumber dari Ibnu Umar r.a. Beliau berkata, “Telah datang seorang anak muda menghadap Rasulullah SAW yang menyampaikan niatnya untuk berangkat haji. Kemudian Rasulullah saw. berjalan mengiringi pemuda itu seraya berkata, “Hai pemuda! Semoga Allah menambahkan ketakwaanmu dan menghadapkan wajahmu kepada hal yang baik-baik serta mencukupi apa yang menjadi angan-anganmu.”

Berdasarkan keterangan inilah para penyebar Islam di bumi Nusantara melaksanakan kebiasaan acara pelepasan calon haji. Tujuannya untuk mengingatkan bahwa perjalanan yang dilakukan calon haji bukan perjalanan wisata atau mencari rezeki (materi -pen) akan tetapi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.

Berikut ini adalah prosesi acara pelepasan calon haji yang dapat dipertanggungjawabkan dalilnya.

Pertama, berpamitan kepada keluarga yang ditinggalkannya termasuk menitipkan pesan kepada mereka. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah jika dititipi sesuatu maka Ia menjaganya.” (HR. Ahmad). Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah Saw. beliau bersabda: “Barangsiapa bermaksud melakukan perjalanan maka berpesanlah kepada orang yang ditinggalkan..” (HR. Ibnu sunni).

Kedua, mengerjakan salat dua rakaat dengan niat salat safar (bepergian). Diriwayatkan dari al-Muqattam bin al-Miqdam as-Shahabi bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang lebih baik dari apa yang ditinggalkan seseorang yang hendak bepergian melainkan mengerjakan salat dua rakaat di dekat (dalam rumah) mereka.” (HR. Thabrani).

Ketiga, bersama-sama dengan keluarga yang ditinggalkan membaca surat-surat penting. Khususnya Surat Liilafi Quraisyin (Qs. Quraisy). Menurut Abu Hasan al-Quzwainy bahwa surat ini bertuah dapat menyelamatkan setiap pembacanya dari segala mara bahaya. Pengalaman ini dirasakan langsung oleh Abu Thahir bin Jahsyawiyah yang diberi ijazah langsung Abu Hasan al-Quzwaini bahwa beliau selamat dalam perjalanan berkat membaca Qs. Quraisy.

Keempat, dikumandangkan azan. Menurut Imam al-Bajuri dan ulama Syafi'iyah lainnya, mengumandangkan azan untuk orang yang akan memulai perjalanan jauh adalah sunah. Dalam banyak riwayat Rasulullah mengajak sahabatnya untuk mengumandangkan azan tatkala menghadapi situasi genting. Atas dasar itu pula, azan juga dibolehkan dikumandangkan bagi orang yang bepergian sebab dikhawatirkan menemui hambatan dalam perjalanan.

Kelima, meminta untuk didoakan oleh orang-orang yang ditinggalkan. Dalam hadis yang diriwayatkan Anas r.a. bahwa suatu saat Rasulullah kedatangan tamu yang hendak bepergian. Orang itu minta didoakan Nabi: “Semoga Allah menambahkan takwamu. Lelaki itu berkata: tambahkan doamu ya Nabi. Semoga Allah mengampuni dosamu. Lelaki itu kembali meminta agar Nabi menambahkan doanya: Semoga Allah memudahkan urusanmu di manapun kamu berada.” (HR. Tirmidzi).Sumber[2]



[1] Sholawat dustur ini sangat lekat dengan budaya Betawi, biasa dibaca sebelum perjalanan akad nikah untuk pengantin pria, atau ketika menjemput pengantin wanita setelah akad, selain itu juga dibaca sebelum berangkat haji & umroh.dll.

[2] www.rumaysho.com


Posting Komentar

1 Komentar